"Panggil Kami dari Suku Tionghoa karena Kami Bukan Orang Cina"


Kami ingin diakui sebagai suku dan bukan sebagai orang Cina. Karena kami juga lahir, besar dan hidup di negara Indonesia tercinta ini.

Sebab itu, sudah sepantasnya kami mendapat pengakuan dari masyarakat di seluruh negeri ini sebagai suku Tionghoa seperti suku-suku lain yang ada sejak dulu hingga saat ini.

Kegalauan atas jati diri sebagai sebuah pengakuan ini kerap kali terungkap ketika orang-orang etnis Tionghoa (suku Tionghoa,red) berhadapan di sebuah lembaga pemerintahan. 

Ketika itu, selalu timbul pertanyaan, kamu orang apa? Selanjutnya dijawab 'orang Chinese" (maksudnya Cina,red). Padahal sebenarnya pemerintah sudah menegaskan, khususnya sejak orde mantan Presiden RI, Gus Dur, bahwa orang-orang "bermata sipit" ini adalah orang Indonesia asli. Sebab, mereka telah lahir, tumbuh dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di bawah panji-panji Pancasila dan UUD 1945.

''Jadi, kami hanya ingin diakui sebagai suku dan bukan sebagai orang Cina. Karena kami lahir, besar dan hidup di Indonesia,"

Sehingga kedepannya, berbagai suku di negeri ini akhirnya mengakui dan menerima etnis Tionghoa bukan lagi sebagai orang Cina tapi sudah menjadi saudara sebangsa dari suku Tionghoa. 

"Kamu orang apa?", "Saya orang Indonesia dari suku Tionghoa,"

Mari kita saling menghormati dan menjunjung tinggi harkat, martabat dan hak asasi manusia setiap orang tanpa membeda-bedakan setiap orang berdasarkan ras, suku, agama, status sosial dan lain sebagainya. Sehingga akan terjalin hubungan antara sesama manusia yang harmonis, aman, damai, dan sejahtera dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.