BEYOND : Kisah Pilu di Balik Kesuksesan Hongkong Rock Band


Pernah merasa hati tersayat saat mendengar sebuah lagu atau video klip? Anda merasa sedih dan belanjut dengan mata berkaca-kaca.. Bila anda teruskan barangkali bisa-bisa wajah anda berlinang air mata. Mungkin anda bilang, “Ihh, lebayy..!!”. “Ih, cengeng.. !!”. Tapi kenyataannya emang lagi itu menyayat, so mo gimana lagi?? Saat berada di keramaian barangkali nggak begitu “ngefek”, coba dengarkan/tonton saat anda sendiri.. Lagu itu terasa “ngefek”, entah karena lagu itu sendiri atau anda memang memiliki kenangan yang khas atas lagu itu.. 
Ngintip info di wikipedia,  tahun 1983, Beyond ini awalnya tidak diterima publik karena musiknya yang sangat cadas. Lalu sang vokalis mereka mengubah aliran musik menjadi romantic rock, musik mereka yang sebelumnya “keras” menjadi cukup “smooth”. Sejak itu lagu-lagu mereka diterima dan banyak menjadi hits. Sebelum 1994 personil mereka adalah:
  • Wong Ka Kui (Koma Wong, Lead Vocal)
  • Wong Ka Keung (Steve Wong, Bassis)
  • Wong Kwon Chung (Paul Wong, Gitaris)
  • Yip Sai Wing (Wing Yip, Drummer)
Tragis, tahun 1993 Wong Ka Kui, tewas saat syuting game show di Tokyo Fuji Televisiongame. Wong Ka Kui terjatuh dari ketinggian 2-3 m karena stage yang diduga licin. Setelah koma seminggu, Ka Kui meninggal dunia.. So Tragic.. Bagi orang Hongkong, kecelakaan yang merenggut nyawa Ka Kui bukan sekedar kehilangan seorang artis, tetapi juga tentang hilangnya “seorang revolusioner” dalam dunia musik.
Mengherankan, apa karena nama populer Wong Ka Kui adalah Koma Wong, itu membuatnya bernasib tragis? “Koma” dalam bahasa Indonesia dan Jepang sama artinya dengan  “Coma” dalam bahasa Inggris. Koma berarti “keadaan tidak sadar sama sekali dan tidak mampu memberi reaksi terhadap suatu rangsangan karena sakit parah”. Nama memang dipercaya dapat mempengaruhi karakter diri, nasib dan masa depan seseorang.  Nama menjadi gambaran diri, visi, dan harapan, juga doa. Pada saat itu media di Jepang memberitakan kalau nama “Koma” yang digunakan ka Kui menjadi sebuah “cursed” atau “kutukan”.

Kembali pada lagu, kita sadari kalau sebuah karya seni yang apresiatif bukan sekedar basa-basi yang mudah datang dan cepat pergi.. easy come and easy go. Sebuah lagu sebagai karya seni adalah curahan hati dan emosi mereka yang menciptakannya. Apa yang mereka rasakan diekspresikan dalam lirik-lirik lagu dan irama yang merepresentasikan perasaan mereka.

Jarang-jarang saya tersentuh oleh sebuah lagu sampai terhanyut dan sangat-sangat berempati pada apa yang dirasakan oleh mereka yang menyanyikannya (alibi :D). Barangkali karena lagu itu memang sangat-sangat dahsyat terasa. Membuat perasaan seolah diaduk-aduk dan berguncang.
Lagu dari Beyond dan instrumennya  menjadi “pesan” yang sangat universal. Tanpa kita tahu apa makna dari lagu itu, kita seolah dapat merasakan goresan-goresan makna yang ada padanya. Instrumen dari lagu, irama dan visualisasi memperkuat pesan verbal dari lirik lagu yang sesungguhnya kata-katanya belum tentu dipahami oleh pendengarnya..

Video klip di bawah ini adalah saat BEYOND kembali menggelar konsernya tahun 1996, tiga tahun setelah kematian Wong Ka Kui. Saat konser, Wong Ka Keung, sang adik menyanyikan lagu Ho Fut Tin Hung (The Boundless Sea and Sky) dengan cucuran air mata.. SO TOUCHING..


Rasa sedih kehilangan sang kakak membuat Ka Keung tak bisa melanjutkan nyanyiannya

Nada, ekspresi wajah, kesedihan dan tangisan Wong Ka Keung, sang adik, di video live concert di bawah ini menjadi pesan yang begitu mudah dimengerti karena universalitas maknanya.. Seolah dia berkata, “Kakak, semoga kau tenang dan bahagia di surga sana”.
ketika air mata berlinang
Tinggalkan cinta demi cita-cita..Beyond : Hoi Foot Tin Hung
Posted by Evi Bong on 25 Mei 2015