Kisah Seorang Pemuda : "SAYA BUKAN PENGEMIS"




Suatu hari, setelah pulang dari kantor, tiba-tiba saya merasakan kepala bagian kiri sakit sekali. Serangan yang tidak diduga ini membuatku harus menurunkan laju kendaraan dan meminggirkan mobil di pinggir jalan.

Saat menunggu nyeri hilang, sekonyong-konyong muncullah seorang anak muda berambut gondrong dan berpenampilan kumal mengetuk-ngetuk kaca jendela mobil.

Seketika itu juga saya merasa terkejut, apalagi melihat tampang pemuda yang biasa disebut anak jalanan. Keterkejutan ini telah meredakan sakit di kepalaku. Saya hanya membuka sedikit kaca jendela, ingin mendengar apa yang dia maui.
Pemuda : "Bapak mau parkir? Bukan di sini tempatnya. Nanti bapak bisa ditangkap polisi karena melanggar rambu-rambu lalu lintas..."
Telunjuk pemuda itu mengarah ke atas. Sebuah rambu "dilarang stop" terpampang nyata. Sebelumnya saya tidak melihat, mungkin karena nyeri di kepala yang begitu hebat.
Pemuda itu berkata lagi : "Sini Pak... Ikut dengan saya. Ke lokasi parkir mobil yang aman dan benar...."
Saya berpikir sejenak. Muncul rasa takut jika pemuda ini memasang perangkap untuk melakukan perbuatan kriminal. Namun akhirnya saya mengikuti langkah pemuda ini.
Saya bergumam : "Saat ini saya berada di dalam mobil dan kondisi pintu terkunci. Tidak mungkin dia berani berbuat macam-macam. Jika ada indikasi mengarah ke perbuatan jahat, maka saya hanya perlu menginjak pedal gas dalam-dalam meninggalkan lokasi ini."
Sesampainya di areal parkir yang berada tidak jauh dari tempat larangan berhenti, pemuda itu mengetok kaca jendela kembali.
Saya membuka sedikit jendela : "Ada apa, Dik?"
Pemuda : "Maaf, Pak... Bolehkah saya meminta uang parkir lebih dulu....?"
Saya : "Berapa...?"
Pemuda : "Seperti biasanya Pak... Dua ribu perak..."
Saya merogoh ke dalam laci dashboard dan mengeluarkan selembar uang lima ribuan. Saya berikan semua dan mengatakan agar tidak usah dibalikin uang kembaliannya. Anggap saja sebagai jasa memberitahu lokasi parkir yang resmi.
Tidak berapa lama kemudian, pemuda itu kembali ke mobil dan memberikan uang kembalian tiga ribu rupiah.
Saya : "Ambil saja kembaliannya..."
Pemuda itu menolak : "Tidak Pak... Tarif resmi parkir di sini cuma dua ribu saja...."
Setelah menyerahkan uang kembalian, pemuda itu berlari-lari kecil ke arah tukang gorengan. Membeli beberapa gorengan dan berlari kembali ke arah bawah pohon. Ternyata di bawah pohon, duduk seorang wanita tua, nenek-nenek yang sudah beruban dan sedang memegang tongkat.
Setelah menyerahkan plastik berisi gorengan, pemuda itu segera berlalu dari hadapan nenek renta itu.
Saat melewati samping mobil, saya segera membuka kaca jendela untuk memanggilnya.
Saya : "Eh, Dik... Berhenti sebentar. Tolong kemari..."
Pemuda itu terkejut, segera menghentikan langkahnya dan menolehkan kepalanya ke arah jendela mobil yang terbuka lebar. Saya mematikan mesin mobil dan turun menjumpai pemuda itu
Saya : "Siapa nenek tua itu..?"
Pemuda : "Gak tau Pak.. Saya juga baru bertemu dengannya..."
Saya : "Lah, tadi kamu minta uang parkir kepada saya. Rupanya untuk membeli gorengan, terus mengapa semua gorengan diberikan kepada nenek itu...?"
Pemuda : "Ooo... Sebelumnya saya sempat mengobrol sebentar dengan beliau. Katanya hari ini beliau belum makan. Di hadapannya terlihat sebuah botol air putih yang sudah habis setengah. Saya berpikir, kasihan sekali nenek ini. Masak sampai sore ini beliau tidak makan sama sekali..."
Saya mengangguk membenarkan. Sama sekali tidak menyangka pemuda yang sebelumnya saya duga sebagai orang jahat, ternyata berhati mulia.
Saya : "Sebenarnya apa pekerjaan kamu...?"
Pemuda : "Saya ini tukang semir. Hari ini adalah hari sialku. Semirku jatuh hilang entah dimana. Dari tadi saya mencarinya tidak ketemu..."
Saya : "Mengapa tidak membeli yang baru...?"
Pemuda : "Uangku tinggal seribu saja. Tadi sudah saya belikan gorengan. Hasil pendapatan semalam sudah saya berikan kepada ibuku..."
Saya terkesiap. Dalam keadaan kesusahan, pemuda ini masih sempat berpikir untuk menolong nenek tua yang kelaparan. Sungguh mulia hati pemuda ini.
Saya : "Seluruh uangmu kamu belikan gorengan termasuk uang parkir yang saya berikan...?"
Pemuda : "Benar sekali, Pak. Sepotong gorengan mana mungkin dapat mengenyangkan perut manusia. Betul gak...?Hahaha..."
Saya ikutan tertawa. Namun hatiku meringis. Batinku bergejolak. Tidak adil bagiku membiarkan pemuda yang baik hati ini berada dalam kesusahan.
Saya : "Berarti uang kamu habis dong... Gimana mau beli sikat semir yang baru?"
Pemuda : "Sementara saya nyambil jadi tukang parkir dulu. Itupun kalau tidak dipalak preman di sini..."
Saya merogoh kantong celana dan mengeluarkan uang 50 ribu sambil berkata : "Nih, saya gantikan uang kamu tadi buat beli gorengan. Sisanya untuk jajan kamu..."
Pemuda itu menolak dengan tegas : "Maaf Pak... Saya bukan pengemis, saya tukang semir dan bukan peminta-minta. Ibu saya melarang keras jika saya meminta duit. Ibu bisa marah besar. Saya takut..."
Saya : "Bilang saja kamu dapat banyak langganan semir sepatu..."
Pemuda : "Saya tidak berani berbohong. Takut sama Tuhan..."
Saya tidak mampu berkata-kata lagi. Saya berusaha memikirkan cara lain agar dapat memberikan uang kepada pemuda itu tanpa menimbulkan kesan dia itu sebagai peminta-minta.
Saat saya sedang berpikir, pemuda itu pamit : "Saya permisi dulu Pak. Adik saya sudah nungguin di sekolah. Saya takut dia bakal menangis gara-gara saya telat menjemputnya. Sampai jumpaaaa...."
Sebelum saya sempat berkata-kata, pemuda itu sudah berlari kencang menjauh dari hadapanku, masuk ke gang-gang kecil dan menghilang dari pandanganku.
Meninggalkan diriku yang bengong termangu dalam kegelisahan karena tidak sempat menolong dirinya. Menyesal tidak mampu memaksa dia untuk menerima bantuanku. Menyesal tidak sanggup mengejar kelincahan berlarinya.
Saya menoleh ke tiang listrik, nenek tua itu sudah pergi. Saya menoleh lagi ke arah bayangan pemuda tadi, dia benar-benar sudah hilang, lenyap bagaikan ditelan bumi. Namun wajah dan perbuatan baiknya tetap tersimpan dalam benakku.
Terima kasih untuk pelajaran hari ini, Dik...Semoga hidupmu berlimpah berkah dan rezeki yang tiada berputus. Semoga Tuhan melindungi kamu dan keluargamu.
Sobatku yang budiman...
Berbuat baiklah jika kita masih memiliki kemampuan. Jangan menunggu dengan beribu alasan yang dibuat-buat. Bukan nilai rupiah yang menjadi tolak ukurnya, melainkan niat ketulusan yang paling utama.
Di luar sana, masih begitu banyak orang tidak seberuntung kita, namun mereka tetap memikirkan kesusahan orang lain, mengorbankan kepentingan pribadi demi meringankan beban penderitaan orang lain serta masih berusaha untuk beramal dan bersedekah.
Mereka tidak pernah takut menjadi susah ketika memberi sebagian miliknya. Mereka sangat yakin akan jaminan rezeki dari Tuhan.